Monthly Archives: November 2011

Kekuatan Doa

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al Baqarah [2]:186)

Dalam kehidupan sehari-hari, tanpa kita sadari, kita banyak berharap pada manusia lain melebihi apa yang kita harapkan kepada Allah Azza wa Jalla. Contohnya adalah ketika kita berharap seseorang akan menolong kita disaat sempit. Ketika kita telah menyampaikan permintaan tolong dan orang tersebut meminta kita untuk menunggu. Saat itulah terlintas segala pikiran dalam benak kita, bagaimana caranya agar orang tersebut bisa cepat menolong kita. Kalau kita berpikir positif, tidaklah ada seorangpun yang mampu mempengaruhi orang tersebut selain Allah Azza wa Jalla semata. Allah Maha Berkuasa untuk membolak-balikkan hati seseorang. Hanya Allah semata yang dapat menunjuki hati hamba-Nya dengan hidayah-Nya agar membantu hamba-Nya yang lain. Allah yang Maha Berkehendak menentukan sesuatu, karena segala apa yang terjadi tunduk pada taqdir-Nya. Demikianlah kehidupan di bumi ini selalu berjalan. Continue reading

Leave a comment

Filed under Fiqih Ibadah

Ujian Yang Teramat Kecil

“Allah bertanya: ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab: ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’ Allah berfirman: ‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?'” (QS Al Mu’minuun [23]:112-115)

Bertepatan dengan hari guru pada hari ini, hamba itu berkunjung untuk bertukar sapa dengan Sang guru. Memeluknya dan mengucapkan selamat hari guru kepadanya. Ia bersyukur melihat gurunya itu dalam keadaan sehat dan seperti biasa, ia harus menunggu karena Sang guru sedang menerima tamu yang dari raut mukanya terlihat permasalahan hidup yang sedang dihadapi. Seorang Ibu yang mengadukan perihal anak dan suaminya yang sudah tidak mempercayainya lagi. Ia merasa anak-anaknya lebih menghormati suaminya karena sang suami dapat memberi mereka apa yg dibutuhkan sementara ia hanya seorang istri yang hanya mengurus rumah tangga dan tidak memiliki penghasilan apapun selain daripada bergantung kepada suaminya. Hal ini telah dirasakannya bertahun-tahun dan menjadi dilema bagi dirinya yang memicu tubuhnya merasakan sakit yang berkepanjangan. Ia tidak memiliki semangat hidup lagi dan merasa layu tak berharga. Continue reading

5 Comments

Filed under Akhlak Mulia

Hakikat Kesombongan

Ketika Rasulullah saw dan para sahabatnya sedang duduk dalam suatu majelis, Rasulullah menyampaikan pesannya, “Ingatlah wahai sahabat-sahabatku, tidak akan masuk surga orang yang dihatinya ada sifat sombong (ujub) walaupun hanya seberat dzarrah (biji sawi).”  Salah seorang sahabat Rasululllah saw, Ibnu Mas’ud berkata: “Ya Rasulullah, kulihat si fulan berpakaian bagus dan memakai alas kaki yang bagus dan indah pula. Apakah itu suatu bentuk kesombongan?”  Nabi menjawab, “Allah itu indah dan sangat menyukai keindahan. Bukanlah yang demikian dikatakan sombong, tapi sombong itu adalah seseorang yang menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (HR Muslim)

Leave a comment

Filed under Akhlak Mulia, Mutiara Hadish

Kekuatan Cinta

Apakah yang paling kita nantikan selain dari lindungan Allah SWT kepada kita disaat hari kiamat yang sangat dahsyat itu? Allah berjanji akan melindungi hamba-hamba-Nya yang tunduk patuh kepada perintah-Nya dan berusaha untuk menjauhi larangan-Nya serta yang mencintai-Nya dengan tulus.

Dalam suatu kesempatan, Rasulullah saw menjelaskan tentang hamba-hamba Allah Azza wa Jalla yang akan memperoleh lindungan-Nya disaat hari kiamat nanti.

“Ada tujuh golongan yang akan mendapat naungan (lindungan) Allah pada hari kiamat kelak dimana tidak ada yang dapat berlindung kecuali dalam naungan Allah SWT semata. Mereka adalah: Pemimpin yang adil; Seseorang yang masih muda dan tumbuh dalam keadaan senantiasa beribadah kepada Allah SWT; Seseorang yang hatinya senantiasa tertambat dengan (kepentingan) mesjid; Dua orang sahabat yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena kepentingan Allah semata; Seorang laki-laki yang ketika dirayu oleh wanita cantik dan memiliki kekuasaan, maka ia menolaknya dan berkata: ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’; Seseorang yang bersedeqah sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kanannya; Dan seseorang yang mengingat Allah di tempat yang sepi sampai-sampai meneteskan air mata karena rindu kepada Allah.” (HR Bukhari & Muslim) Continue reading

Leave a comment

Filed under Asmaul Husna

Kenapa Aku Tidak Memperoleh Apa Yang Aku Inginkan?

Seorang teman bertanya kepada hamba itu, “Kalau Allah memiliki sifat Ar Rahman dan Ar Rahim (Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang) kenapa di dunia ini masih banyak penderitaan, penindasan dan kemiskinan? Tidakkah Allah Maha Berkuasa atas semua itu dan dapat merubahnya menjadi kebahagian, kecukupan dan kekayaan. Dimana letak keadilan Allah SWT?

Hamba itu berusaha untuk menjawabnya. Awalnya ia bercerita tentang hakikat penciptaan manusia yang Allah SWT sampaikan di dalam kitab-Nya yang mulia Al Quran.

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan ia mendengar dan melihat.” (QS Al Insaan [76] ayat 2) Continue reading

3 Comments

Filed under Akhlak Mulia, Asmaul Husna

Ya Allah, Anakku Autis!

Kisah ini bersumber dari seorang Ibu yang istiqamah yang disampaikan kepada penulis. Diambil dari buku Muhammad Saw on Facebook, M. Yasser Fachri, Penerbit Hikmah-Mizan, 2009.

Aku terduduk lemas ketika dokter memvonis anak keduaku menderita Autis. Aku terdiam, begitu juga dengan suamiku. Anak laki-laki semata wayangku. Baru 1,5 tahun usianya. Ia anak bungsu ku. Sedang kakak nya sudah berusia 5 tahun dan dalam keadaan sehat. Terbayang olehku masa depan yang dipenuhi kesulitan dan penderitaan. Seorang anak laki-laki yang terus akan bergantung kepadaku ataupun kepada orang lain, tanpa dapat mandiri. Sesuatu yang tidak pernah kubayangkan selama ini. Ya Allah, kenapa semua ini terjadi padaku?

Hari-hari setelah vonis dokter itu kujalani dengan gamang. Aku lebih sering mengurung diri dan menghindar dari teman-temanku. Aku selalu muram dan lemas tanpa semangat walaupun aku berusaha untuk tetap menjadi ibu yang perhatian terhadap anak-anak dan suamiku serta mengurus seluruh kebutuhan mereka. Dalam hatiku, aku merintih. Kenapa hal ini terjadi padaku? Aku bukanlah seorang yang mempunyai masa lalu yang kelam. Hidupku kujalani dengan lurus-lurus saja. Juga ketika masa remajaku dahulu. Tidak ada sesuatu yang terlarang yang pernah kulakukan. Demikian juga perlakuanku terhadap orang tuaku, aku adalah seorang anak yang penurut dan selalu membantu mereka. Aku dekat dengan mereka dan ketika mereka mengenalkan aku dengan seorang anak sahabat mereka yang akhirnya menjadi suamiku, aku tiada menolaknya. Demikian juga setelah pernikahanku dengan suamiku, seorang pengusaha agribisnis yang diwariskan oleh orang tuanya, kehidupan rumah tangga kami aman-aman saja. Kami tiada pernah kekurangan dalam hal materi. Di ulang tahun kedua perkawinan kami, kami telah memiliki rumah idaman yang kami rancang dan bangun sesuai keinginan kami, karena aku seorang arsitek. Demikian juga dengan momongan, di 1,5 tahun usia pernikahan kami, kami diamanahkan Allah seorang anak perempuan yang sehat dan cantik. Hari-hari selalu kami jalani dalam kenyamanan dan kemapanan sampai akhirnya vonis dokter yang mengguncangkan itu. Continue reading

4 Comments

Filed under Akhlak Mulia

Panutan Zaman

“(Ibrahim berkata): ‘Ya Rabb ku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh’. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) untuk berusaha bersamanya, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab, “Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah, engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS Ash Shaaffaat [37]:100-102)

Allah Azza wa Jalla mengabadikan sebuah dialog yang sungguh indah antara seorang bapak dengan anaknya. Seorang nabi yang Agung bergelar khaliullah (baca: kesayangan Allah) Ibrahim as dengan puteranya Ismail as yang ketika itu belum menjadi nabi. Sebuah dialog yang penuh dengan kasih sayang. Sang bapak memanggil anaknya dengan sebutan ‘ya bunnayya’ sebuah panggilan yang jika diterjemahkan mengandung nilai yang amat mulia dan dengan ruh kasih yang mengayomi. Bukan sebuah panggilan biasa ataupun panggilan yang menafikan kedudukan sang anak. Dan bukan pula panggilan yang menempatkan sang anak pada posisi dibawah sang ayah. Demikian juga sang anak memanggil sang bapak dengan sebutan ‘ya abati’ sebuah panggilan yang menempatkan sang ayah pada kedudukan yang sebenarnya. Panggilan yang penuh dengan rasa hormat dan ketundukan yang menyertai.

Pernahkah kita membayangkan betapa besarnya peristiwa yang mengiringi dialog pada ayat diatas? Sebuah peristiwa yang terus menjadi buah bibir dan panutan bagi siapapun yang datang sesudah mereka, baik bagi hamba Allah yang sedang berhaji maupun yang tidak diseluruh belahan dunia ini. Itulah peristiwa Qurban.

Dari penafsiran ayat QS Ash Shaafaat diatas, jelas terlihat bahwa penyampaian perintah untuk menyembelih (baca: berkurban) tidaklah didapat Nabi Ibrahim as melalui perantaraan wahyu Allah, tapi hanya berdasarkan mimpi. Allah mengabarkannya melalui mimpi yang berulang-ulang untuk menguji keta’atan nabi Ibrahim as dalam menjalankan perintah Allah Tabarakta wa Ta’ala. Setelah hatinya yakin, barulah nabi Ibrahim as mengabarkannya kepada sang anak. Ia mengajak anaknya untuk berdialog dan meminta pendapatnya sebelum memutuskan. Sungguh sebuah dialog yang indah dan jauh dari kesan arogan. Continue reading

Leave a comment

Filed under Akhlak Mulia, Fiqih Ibadah, Sejarah

Sebuah Bentuk Jihad

 

“Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya” (QS Al Baqarah [2]:207)

Malam itu, di masjid tempat hamba itu selalu melaksanakan kewajiban nya, seorang Bapak tampak kembali terlihat. Ia bersimpuh di salah satu sudut yang selalu menjadi tempatnya bermunajat. Ia sedang khusyu’ berdoa diantara waktu Maghrib dan Isya. Sudah seminggu ini sang Bapak tidak terlihat. Hamba itu selalu bertanya-tanya dalam hatinya, apa yang terjadi dengannya. Dari kejauhan, tampak raut wajah sang Bapak yang penuh dengan guratan-guratan kematangan dari berbagai bermacam episode kehidupan yang naik turun bagai gelombang samudera tak bertepi.

Hamba itu tak ingin mengganggunya dalam kekhusyukan doanya. Ketika shalat Isya berjamaah akan didirikan, hamba itu mendekatinya dan mengucapkan salam kepadanya. Ia balas dengan memeluk hamba itu dengan sangat erat bagai dua orang sahabat  yang telah lama tidak bertemu. Ia larut dalam tangis yang terdengar tidak biasa. Hamba itu mempersilahkannya untuk berdiri tepat di belakang imam seperti biasanya tapi kali ini ia menolaknya.

“Saya tak kuat berdiri”  Katanya sembari mengusap air matanya yang masih saja terlihat membasahi wajahnya. Ia memilih tempat di ujung sebelah kiri saf agar leluasa shalat sembari duduk. Hamba itu membiarkannya. Continue reading

Leave a comment

Filed under Akhlak Mulia, Fiqih Ibadah

Bekal Taqwa

“Segala puji bagi Allah pencipta langit dan bumi. Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan-Nya yang memiliki sayap, masing-masing dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah Maha berkuasa atas segala sesuatu.” (QS Faathir [35]:1)

Seorang teman menyampaikan bahwa tahun ini ia telah diberi nikmat oleh Allah Azza wa Jalla untuk mengerjakan ibadah haji dan siap untuk berangkat dalam beberapa hari ke depan. Ia bertanya kepada hamba itu, bekal apa yang harus ia persiapkan untuk memperoleh haji yang ‘mabrur’.

Hamba itu balik bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu persiapkan untuk berjumpa dengan Tuhanmu?”

Ia terdiam sebentar. Raut wajahnya berubah menjadi muram. Sembari menghela nafas, ia berkata, “Aku bukan ingin mati disana, aku hanya ingin meraih haji yang mabrur.”

Perjalanan haji adalah sebuah perjalanan yang hanya dapat dilakukan oleh yang “mampu”. Bukan hanya dari sisi materi tapi juga secara ruhani. Begitu banyak ragam niat seseorang untuk berhaji. Ada yang untuk mengejar status dan ada juga yang sekedar “mencuci dosa” yang telah menumpuk terlalu banyak. Ada juga yang ingin memuaskan hawa nafsunya untuk membuktikan bahwa dirinya mampu dan pantas untuk menyandang sebuah gelar “Haji” atau “Hajjah”.  Dan yang lebih mengharukan, tanpa disadari atau tidak, bagi sebahagian orang, ibadah haji tak lebih dari sebuah perjalanan wisata dengan membayangkan tempat-tempat indah nan syahdu untuk dikunjungi serta tempat menghabiskan uang untuk berbelanja. Continue reading

3 Comments

Filed under Fiqih Ibadah